Sudah setahun lebeih aku menikah dengan suamiku Badrul. Aku belum juga mendapatkan seorang anak pun, sebagai buah hati. Aku selalu mendapat sindiran dari keluarga suamiku, juga sesekali dari keluargaku. Bila aku mendapat sindiran dari keluargaku, aku hanya menunduk saja. Sebagai putri tertua dari keluargaku, aku memiliki empat orang adik. Dua perempuan dan dua laki-laki. Suamiku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dan satu-satunya laki-laki. Dari keluargaku, baru aku yang menikah, sedangkan dari keluarga suamiku, semua sudah menikah.
Suamiku selalu menentang apa yang disindirkan oleh keluarganya. Bahkan ada keluarga yang menyindir, agar suamiku menikah lagi, mana tau bisa cepat punya anak. Bukankah kedua orang tua Badrul suamiku sudah tua? Aku merasa sedih atas sindiran, walau pun disampaikan secara seloro. Sebagai seorang perempuan, aku merasa sangat tersinggung. Aku tahu kemampuan suamiku.
Terkadang baru ujung penisnya yang menempel di bibir kemaluanku, dia sudah menyemprotkan spermanya. Untuk itu aku menganjurkan agar dia berobat ke dokter spesialis, juga ke “orang pintar”. Keduanya-duanya pun dijalani suamiku. Termasuk pijat khusus. Hasilnya sedikit lumayan. Penis suamiku sempat memasku liang vaginaku dan sesaat kemudian dia menembakkan spermanya.
Hanya sebulan dalam pernikahan, kami merasakan hidup sebagai suami isteri yang pas, karean suamiku walau bersusah payah, sempat membobol perawanku. S etelah sebulan, dia mengalami ejakulasi dini. Mungkin karena banyaknya merokok (suamiki perokok berat) dan kurangnya olah raga.
Saat pernikahan adik bungsu ibuku, keluarga besar kami berangkat menghadirinya, kecuali adikku Khaidir tidak ikut, karean harus mengkuni Ujian Negara (UN). Dia sudah kelas 3 SMP. Saat belajar, aku menemaninya bahkan mengajarninya. Suamiku sudah tertidur pulas, karean sebagai ontrantor, dia sangat letih. Aku memang memanjakan adikku yang berusia 14 tahun itu. Aku suka memeluknya, mungkin karean itu sudah terbiasa sejak dia masih kecil dan kami semua memanjakannya, karena dia anak bungsu.
Usai belajar, aku memeluk dan mencium pipinya dengan kasih sayang. Adikku membalas ciumanku. Tidak seperti biasanya, dia membalas mencium pipiku. Adikku justru memegang tengkukku dan mencium bibirku. Darahku berdesir. Tapi dai adalah adikku. Kelembutan bibirnya berlaga dengan bibirku, membuat nafsuku cepat bergolak. Akhirnya kami berciuman dan lidah kami berkaitan. Aku pun membiarkan ketika tangan adikku menyelusup ke dalam dasterku dan mengelus tetekku.
“Kamu mau, dik?” tanyaku.
“Aku menginginkannya, mBak,” adikku balas berbisik. Aku melepas kancing dasterku dan mengeluarkan tetekku dan adikku dengan cepat mengisap tetekku dan meremas yang sebelahnya lagi. Tiba-tiba aku sadar, kalau di rumah ada suamiku.
“Besok aja dik. Ada Mas Badrul,” kataku. Aku melihat adikku kecewa. Wajahnya lesu. Aku takut besok di bangku ujian, ini bisa mempengaruhi jiwanya. Aku tahu apa yang diinginkan oleh adikku. Saat aku meraba celananya, aku merasakan penisnya sudah mengeras.
“Boleh cepat?” bisikku. Dia diam saja. Kulepas celananya dan dia duduk di atas kursi. Setelah kulepas celana dalamku, aku menaiki dan mengangkangi tubuhnya, kemudian aku memasukkan penisnya yang keras ke dalam vaginaku. Aku tak menyangka, rasanya baru kemarin aku mandi bersama dengan adikku. Kini penisnya justru sudah besar dan berbulu lebat. Begitu cepatkah adik bungsu yang selama ini masih aku anggap anak-anak, menjaadi dewasa?
AKu mengoyangnya, sampai spermanya muncar beberapa kali. Nah… justru aku yang kecewa, karean belum terpuaskan. Aku berbisik padanya, agar besok sepulang ujian bisa dilanjutkan. Adikku mengangguk dan masuk ke kamarnya. Aku pun memasuki kamar tidur, lalu menelentangkan diriku di samping suamiku. Aku sudah tidur dan terus membayangkan yang baru saja terjadi.
Kenapa aku bisa melakukannya dengan adik kandungku sendiri? Betapa berdosanya aku sebagai seorang kakak tertua. Namun, aku merasakan, kalau penis adikku jauh lebih baik dibanding dengan penis suamiku. Akhirnya kata hatiku yang berkata. Inilah kesempatan bagiku. Aku akan bersetubuh dengan adikku, tanpa siapapun yang tau, agar aku segera hamil.
Aku terlambat bangun pagi, karean susah tertidur tadi malam. Namun aku masih sempat memberi sarapan suami dan adikku. Kemudian suamiku mengantarkan adikku ke sekolah untuk UN. Pukul 11.00 WIB adikku sudah berada di rumah. Dia kelihatan riang sekali, karean dia dengan cepat bisa mengerjakan semua soal-soal ujian. Katanya dia sangat senang dan tadi malam dia bisa cepat tertidur pulas.
“Pasti kamu bisa tertidur pulas, setelah kamu….” kataku dengan senyum nakal. Senyumku dibalas dengan senyum nakal pula oleh adikku yang tinggi kami sudah sama, walau dia masih SMP.
Usai makan siang aku memeluknya dan menciumnya. Adikku membalas ciumanku dengan nafsunya yang bergelora. Aku mengelus-elus kepalanya, saat aku memasukkan pentil tetekku kemulutnya. Aku merasakan jilatan dan emutan pentil tetekku demikian lembut dan sangat nikmat. Aku merasa adikku jauh lebih pintar memainkan pentil tetekku daripada suamiku sendiri.
“Dik.. maukah kamu menghamiliku?” bisikku perlahan di telingannya. Adikku tidk menjawab. Dia hanya menatap wajahku sejenak, kemudian mengemut kembali pentil tetekku lebih agrsif. Satu-satu kancing dasterku bagian depan dilepasnya. Aku tinggal memakai celana dalam saja. Oh…. aku merasa demikian senang. Beda umur kami enam tahun, tapi bukan menajdi penghalang bagi kami untuk mendapatkan kenikmatan. Aku juga heran, kenapa adikku demikian cepat dewasa dan mampu bermain seks seakan sempurna.
Aku pun melepas semua pakaiannya. Kami sudah bertelanjang bulat di ruang dapur yang tak begitu besar. Kami saling memagut dan aku merasakan inilah benar-benar kenikmatan. Aku sudah basah sekali. Vaginaku sudah berlendir, bahkan sudah meleleh di pahaku.
“Dik… dimasukkaaaaannnn…” rintihku, menarinya untuk telentang di lantai dapur yang memang sudah bersih aku pel. Aku menelentangkan diriku dan membuka lebar-lebat kedua pahaku, kemudian aku menarik tubuh adikku untuk menindihku.
“Ayo dik… dimasukkkkkk…”
Adikku menusukkan penisnya ke dalam vaginaku. Seperti orang kelaparan tidak makan selama berbulan-bulan, aku langsung menjepit kedua kakiku di pantat adikku dan aku menggoyangnya dari bawah. Aku tak ingin kehilangan kenikmatanku, sementara adikku terus mengemut bibir dan lidahku. Adiku membenamkan saja penisnya jauh ke dalam lubangku dan aku terus menggoyangnya. Aku pun merintih kenikmatan dan memeluk adikku sekuat tenagaku. Terasa ada sesuatu yang membuncah keluar dari tubuhku yang teramat dalam dan aku merasakan nikmat yang teramat sangat yang tak pernah kutemukan selama dalam hidupku.
Perlahan tubuhku melemah dan kedua kakiku tak lagi menjepit tubuh adikku. Adikku tersenyum dan menciumi pipiku. Kemudian dia mengelus-elus kepalaku. Duh… aku merasa bahagia sekali diperlakukan seperti anak kecil oleh adikku yang usianya jauh di bawahku. Aku merasa mendapat seorang laki-laki yang menyayangiku sepenuh hati.
Adikku mulai menusuk-tarik penisnya dalam vaginaku Gesekan-gesekan batang penis adikku pada dinding vaginaku, membuatku kembali bernafsu. Terlebih bibir adikku yang mengemut-emut tetekku. Aku membelai tubuhnya dengan kasih sayang dan memciumi lehernya dan m,enjilatnya. Saat adikku menjilat leher sebelah kiriku, aku menjilat leher sebelah kirinya pula. Kami terus saling menjilati dan mengelus.
Dalam benakku terbersit juga pertanyaan singkat, dari mana aduik bungsuku mengerti soal seks, sementara usianya masih 14 tahun. Untuk sementara pertanyaan itu aku buang, karean aku takut kehilangan momen yang terindah dalam hidupku.
“mBak.. aku udah mau keluar….” rintihnya. Aku menjepit tubunya dengan kedua kakiku dan aku memberikan respons yang kuat dari bawah. Saat adikku menghunjam-hunjamkan batangnya dalam vaginaku, aku mulai memutar-mutar batang penisnya dalam liangku. Kami berpelukan. Semakin kuat akyu memeluk tubuh aduikku, lebih kuat pula adikku memelukku dan menekan jauh ke dalam batangnya di dalam vaginaku.
Aku merasakan siraman lendir kental beberapa kali dalam laing vaginaku dan aku merasakan terbang melayang dan rasa nikmatku sampai ke ubun-ubun. Aku sampai pada puncak terindah dengan berdesir-desirnya air kental keluar dari dalam tubuhku. Aku juga merasakan kehangatan sperma adiku dalam liangku. Kami bepelukan kuat sekali. Aku sampai menahan nafasku, sakin kuatnya aku memeluk tubuh adikku.
Lama kelamaan pelukan kami berdua melemas. Nafasku memburu dan aku juga mendengar nafas adikku yang memburu. Tubuh kami dipenuhi keringat. Adikku menatap mataku dan dia menghadiahiku sebuah senyuman yang manis. Aku menyambut senyumannya itu dengan senyuman manis pula, sembari aku mengecup pipinya.
“Semoga aku cepat hami, agar keluarga Mas Badrul tidak menyindirku lagi, ” kataku.
“Ya.. aku kasihan pada mBak yang selalu disindir.”
“Karenanya, hamili aku Dik,”
“Semoga mBak bisa hamil. Bila mBak hamil, berarti itu adalah anakku, kan?”
“Ya.. anak kita, DIk. Tapi anak rahasia kita,” bisikku. Kami sama-sama tersenyum.
Setelah nafas kami niormal, kami bangkit dan berdua kami ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan berpakain.
“Besok lagi, ya mBak…” bisiknya.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk
Part II
-------
Empat hari adikku mengikuti ujain negara (UN) dan empat hari pula kami melakukannya. Akhirnya aku menyampaikan kepada suamiku, kalau adik bungsuku tinggal bersama kami saja, karean aku selalu sepi di rumah sendirian. Aku tidak diizinkan bekerja, terkadang suamiku dua sampai tiga hari tak pulang bila ke luar kota memerika pekerjaanya. Ternyata suamiku sangat senang. Dia tahu, kalau aku sebagai anak tertua sangat memanjakan adik bungsuku. Hal itu kusampaikan juga kepada ayah dan ibuku. Mereka juga setuju. MUlailah adikku tinggal bersama kami dan semua pakaian dan sepatu basket untuk olahraganya dibelikan oleh suamiku. JUga sebuah speeda motor matic dan suamiku menyuruh adikku ikut les mengenderai mobil. Adikku sangat senang.
Mungkin, aku adalah isteri membawa rezeki. Atau mungkin adikku, atau mungkin kami berudua. Suamiku pun berkata, kehadiran adiku bersama akmi membuatnya tenang bila keluar kota dan rezeki terus membaik. Suamiku pun membeli sebuah villa mungil berkisar 14 Km dari rumah kami dengan harga murang, namun harus diperbaiki. Villa itu dijual pada suamiku, karena terdesak untuk menutupi hutang di bank dan diberbagai tempat. Biasalah kontraktor, selalu saja ada pasang surut dan [pasang naiknya.
Waktu terjadi perbaikan, aku meminta pada suamiku agar aku punya kegiatan dan mumpung adikku masih libir, agar aku diizinkan menata tamannya dan menanami bunga-bunga hias. Suamiku senang sekali dan memberikan uang kepoadaku, utnuk membeli bunga apa saja yang aku mau. Aku dan adikku membeli bunga dan meminta diantar ke villa baru kami. Ajku dan adikku berboncengan naik sepeda motor. Dalam perjalanan aku memeluk adikku dari belakang. Bila jalan sunyi, sesekali dengan nakal aku mengelus penisnya dari balik celananya.
“mBak.. nanti dia bangun…”
“Biarin aja dia bangun. mBak ingin agar dia segera bangun,” kataku nakal menangapinya.
“Kalau dia bangun, mana mungkin dia ditidurkan di tepi jalan…” adikku seloro pula.
“Karenanya, yang cepat, biar segera sampai,” kataku. Benar adiku tancap gas dan kami lari kencang meliuk-liuk menaiki bukit dan kami sudah melihat villla kami dari kejauahan. Aku merasa diriku sepati BG kembali. Terlebih tubuhku memang mungil. Jika aku memakai seragam SMP. mungkin saja masih banyak yang percaya. Hahahaha….
Sesampai di villa, kami melihat pekerja mulai memasang pagar tinggi mengelilingi villa kami. Ada yang mengecat, ada yang memperbaiki genteng dan kami mulai asyik mengangkatan bvunga-bunga dan tanaman hias ke mana yang akan kami tanam. Tak lama suamiku datang dan melihat aku dan adikku sedang serius bekerja, padahal kami baru saja bercanda. Dia begitu kagum pada kami berdua. Dia mnghadiahi kami dua bungkus nasi padang yang lezat dan kami bersantap. Untuk suamiku ingat beli nasi, kalau tidak mungkin kami kelapan.
Tak lama suamiku pergi kembali ke kantornya dan pekerja istirahat. Kami naik ke lantai dua villa dan mengunci pintu pada tangga dan kami duduk sejenak pada balkon di lantai dua memandang ke kali berair jernih dan bening. Kami terlindung dari semu apandangan dan aku mulai memeluk adiku dan menciumnya. Kami pun bercerita, terutyama tentang pacarnya, tentang seks yang diketahuinya. Mendengar ceritanya, aku baru mengetahui. Sejak empat bulan lalu, adikku sudah mengerti dan melakukan hubnungan seks. Hubungan seks itu dia lakukan dengan anak tetangga ibuku yang baru mingu lalu menikah.
Adiku bercerita, kalau anak tetanga itulah mengajari segalanya dari A sampai Z. Buluku bergidik mendengarnya. Tapi aku ingin adiku melakukannya. Menjilati vaginaku, seperti apa yangh diajarkan oleh anak tetangga itu. Adikku pun melakukannya dan menjilati vaginaku. Aku menggelinjang, karena seumur hidupku, aku baru merasakannya. Akhirnya kami melakukian persetubuhan yang sebenarnya. Sejak itu pula aku ingin pula mengetahui bagaimana sebenarnya, kalau penis masuk ke dalam ronga mulutku dan itu pun kami lakukan.
Semua rehabilitasi villa sudah selesai. Aku dan adikku setiap hari ke villa, karena banyak bunga yang belum ditanami. Kami bahkan diantar oleh suamiku. Bila ingin pulang, kami menghubunginya dan suamiku akan menjemput kami. Villa sudah berisi perabotan masak dan makan serta semuanya sudah lengkap.
Tentu saja kelengkapan itu tak kami sia-siakan bersanma adikku.
Suamiku pun merasa senang, kalau aku sudah hamil. Saat tidur malam, aku membangunkan penisnya dengan elusanku, kemudian aku menaiki tubuhnya, hingga berkali spermanya melumuri kedalam liang vaginaku. Tapi hanya aku dan Tuhan yang mengetahui, kalau janin dalam rahimku adalah dari sperma adikku.
Jika suamiku tidak ada, aku merasakan, kalau adikku sangat menyayangiku bahkan memanjakan diriku. Rasanya aku sering kikuk saat menerima kemanjaan dari adikku, tapi aku menikmatinya.
Usaha suamiku pun semaki besar dan maju. Perlahan-lahan secara diam-diam aku mengumpulkan uang sembunyi-sembunyi yang disimpan dalam rekening adikku. Kamu harus hemat dik. Biar bila kamu sudah sarjana nanti, kamu bisa buka usaha sendiri, kataku pada adikku. Sementara segala kebutuhan sekolahnya, dipenuhi oleh suamiku.
Saat adikku lulus SMA kami sudah memiliki sepasang anak. Suamiku setuju, kalau rahimku ditutup agar aku bisa intens mengasuh kedua sepasanga nak kami. Suamiku pun terus pijat agar dia benar-benar sembuh. Aku pun mendorongnya agar terus pijat, walau dalam hati aku tersenyum. Aku terkadang harum, bila suamiku demikian menyayangi kedau anakku. Di sisi lain adiku justru selalu pergi menghindar, bila suamiku sedang memeluk dan menicum kedua anak kami. Bila suamiku pergi bekerja, baru adikku memanjakan mereka.
Setelah rahimku ditutup, hubungan seks kami semakin intens dan kami tidak takut untuk kehamilan berikutnya. Terlebih setelah suamiku mengalami kecelakaan, penisnya total lumpuh walau tubuhnya kelihatan gagah seperti tiada masalah. Aku bersyukur aku tak bisa hamuil lagi, hingga bila aku bersetubuh dengan adikku, tiada kecurigaan dari siapapun.
Kini usiaku sudah 50 tahun dan adikku sudah 42 tahun, suadgh menikah dan memiliki dua orang anak dan sudah melanjutkan usaha suamiku, karena suamiku sudah mengalami stroke. Selain itu, adikku membuka usaha untuk dirinya sendiri. Suamiku sangat bersyukur adikku mau melanjutkan usahanya dengan keuntungan 50%-50%. Jangan dikiera dalam usia 50 tahun aku berhenti bersetubuh dengan adikku. Justru dalam usia ini aku dan adiku masih menggebu-gebu. Mungkin adikku mengalami puber keduanya dan aku mengalami puber ketiga. Hahahaha… Yang jelas hubungan seks kami berjalan
0 comments:
Post a Comment